Sudah lebih dari 7 tahun lalu terakhir kali saya ke Danau Singkarak. Alhamdulillah bisa kembali ke sini untuk menikmati pemandangannya yang segar dan indah. Danau Singkarak terletak di Solok, Sumatera Barat dengan luas mencapai 107,8 km², yang menjadikannya danau terbesar kedua di Sumatra setelah Danau Toba. Ikan bilih atau bilis menjadi hasil danau yang paling terkenal karena rasanya yang gurih.
Kebetulan sepulang dari Harau, saya dan keluarga memilih untuk memutar jalan ke Solok menuju Padang. Niatnya memang ingin mampir ke Danau Singkarak ini. Sudah lama tidak duduk-duduk di pinggirnya, menikmati hembusan angin sepoi dan mendengar riakan kecil airnya yang membentur bebatuan. Perpaduan yang sempurna untuk menikmati sore.
Baca juga: Uniknya Kopi Tatungkuik di Tikungan Malalak
Sejak memasuki kawasan danau, saya sudah disuguhkan saujana nan biru di sepanjang perjalanan. Jalannya pun beraspal mulus, jadi tak akan ada yang menginterupsi. Saya sampai membuka jendela agar lebih jelas. Beruntung cuaca mendukung, saya bisa melihat bentangan danau dengan kerlap kerlip riak yang bertemu sinar matahari.
Kami memilih berhenti di salah satu tempat yang cukup oke, namanya Warung Makan Indomie alias Warmindo Permata Sari. Kata papa saya, sejak dulu tempat ini sudah menjadi spot tongkrongan pinggir danau. Terlihat dari bangunaannya yang tampak lama. Plang namanya tidak ada. Tapi sepertinya tak sulit menemukan lokasinya karena terlihat dari pinggir jalan. Ditambah tidak banyak penjual yang masih bertahan imbas dari jumlah pengunjung yang tak lagi seramai dulu.
Warmindo Permata Sari Pinggir Danau Singakarak |
Tempat bersantai yang kami singgahi ini dibangun permanen di tanah yang menjorok ke danau. Jadi bukan berupa bangunan panggung. Tempat parkirnya luas, dengan tempat duduk berpayung yang juga permanen tepat di bibir danau. Terbaik, jadi tak ada penghalang untuk memandang luas ke sekeliling.
Tempat duduk tepat di pinggir danau dan berpayung |
Kami memesan minuman saja. Memang masih kenyang setelah makan siang di Padang Panjang. Hanya kopi panas, teh hangat, dan teh telur. Itu sudah cukup menemani sesi bersantai dan ngobrol kami yang tak terasa menghabiskan sekitar 1 jam. Tapi, bila ingin makan, tersedia juga soto, mie, nasi goreng, dan sebagainya. Saya lupa harganya berapa karena yang bayar Papa. Tapi dijamin tidak akan semahal minuman di cafe.
Minuman yang kami pesan |
Bila ingin berfoto, mengarahkan kamera ke depan saja sudah mendapatkan gambar danau berlatar belakang perbukitan hijau yang segar dipandang. Ya, Danau Singkarak memang dikelilingi bukit. Apalagi saat saya ke sini, ada awan-awan besar yang menggantung dan meloloskan sedikit sinar matahari seperti lampu sorot. The real cahaya ilahi, hehe. Mau pakai kamera jadul seperti hape saya pun, hasil jepretannya tetap bagus.
Ini beberapa pemandangannya.
Danau Singkarak dengan latar perbukitan hijau |
Pinggir danau |
Lagi, sisi bagian lain pinggir danau |
Ada sedikit yang mengganggu. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab membuang sampah sembarangan sehingga terbawa dan mengapung di beberapa titik di pinggir danau. Ditambah dengan gumpalan rumput-rumput bawah danau yang terangkat, jadi makin penuh dan terlihat kotor. Padahal airnya sangat jernih. Sedih saja rasanya. Sedangkan dulu saat saya masih SD, sekitar tahun 1995 sampai 2000, airnya bersih sekali, tanpa sampah. Bahkan saya selalu berenang begitu senangnya ditemani ban-ban hitam yang disewakan. Seru! Kembali ke sini seperti bernostalgia.
Setelah puas, kami kembali melanjutkan perjalanan. Masih panjang, butuh 2 jam lebih untuk sampai ke Padang kalau lancar. Tapi, rasanya tak lengkap bila belum singgah di Pasar Ombolin, pasar yang masih berlokasi di pinggir Danau Singkarak. Di sini tempatnya membeli ikan bilis. Ikan endemik Sumatera Barat yang banyak dijual dalam bentuk kering agar bisa bertahan lama dan dijadikan oleh-oleh.
Membeli ikan bilis kering di Pasar Ombilin |
Ada oleh-oleh khas Minang lainnya juga |
Saya membeli ikan bilis ukuran normal dan yang berukuran kecil. Beda-beda kenikmatan. Waktu itu saya membeli dengan harga sekitar 120 ribuan per kilogram. Sebenarnya ikan bilis ini sudah digoreng sebentar, jadi nanti di rumah tinggal digoreng lagi supaya garing, dengan api kecil agar tidak gosong. Dicampur sambal hijau, tahu, dan kentang, wah, selera makan bakal melejit. Bagi penggemar jengkol, dipadukan dengan buah yang bercita rasa unik ini, katanya bisa menghabiskan nasi berpiring-piring!
Semoga ke depannya Danau Singkarak bisa lebih berkembang lagi dan semakin ramai dikunjungi. Mengingat pemandangannya yang luar biasa, ditambah dengan kuliner lokalnya yang khas, potensi yang dimiliki tentu sangat besar.
Kalau ke Sumatera Barat, silakan lihat langsung ya birunya Danau Singakarak yang dikelilingi perbukitan hijau ini. Alam Indonesia memang juara.
Post a Comment